Ketika mendengar istilah Public Relations atau PR, sebagian dari kita mungkin langsung membayangkan sosok yang tampil rapi di acara resmi, dengan press release di tangan dan bahasa yang terdengar cukup baku. Tapi sebenarnya, dunia PR tidak sesempit itu. Apalagi di era digital seperti sekarang, PR bukan hanya soal pencitraan, tapi tentang bagaimana kita membangun hubungan yang nyata — lewat cerita, kejujuran, dan keberanian jadi diri sendiri.

Coba kita lihat apa yang sedang ramai di sekitar kita, dari serial drama Korea yang tokohnya terasa begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari, sampai video TikTok sederhana yang viral hanya karena keaslian dan spontanitasnya. Fenomena-fenomena ini mengingatkan kita akan satu hal yang sekarang jadi kunci utama dalam komunikasi publik: autentisitas.

Dalam dunia PR, kejujuran dan transparansi kini bukan sekadar nilai tambah — tapi fondasi utama. Dulu, mungkin fokus PR ada pada “apa yang ingin kita sampaikan ke publik.” Tapi hari ini, pendekatannya mulai berubah: “apa yang dibutuhkan publik untuk tahu, dan bagaimana kita bisa menyampaikannya dengan tulus dan terbuka.”

Kenapa Harus Autentik?

Karena saat ini publik jauh lebih peka dan kritis. Mereka tidak hanya menyimak, tapi juga menilai dan menyebarkan. Mereka bisa dengan mudah membedakan mana yang benar-benar tulus dan mana yang sekadar pencitraan.

Mari kita lihat beberapa contoh yang mungkin pernah kita jumpai:

  • Brand yang Kehilangan Kepercayaan. Misalnya, merek kosmetik yang janji hasil instan tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Begitu pengalaman negatif konsumen menyebar di media sosial, kepercayaan pun langsung runtuh.
  • Figur Publik dan Krisis Citra. Kita tentu pernah melihat tokoh publik yang tampil begitu bijak di media, namun akhirnya tersandung karena ketidakcocokan antara citra yang dibangun dan kenyataan di balik layar.

Hal-hal seperti ini jadi bukti bahwa publik saat ini sudah tidak bisa lagi dibujuk dengan apa yang ‘dipampang’ saja. Mereka ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya — dan mereka akan lebih menghargai keterbukaan daripada kesempurnaan.

Seperti Apa PR yang Autentik?

Autentisitas dalam PR tidak selalu berarti memperlihatkan semua sisi secara mentah. Tapi setidaknya, ada konsistensi antara nilai yang dibawa, komunikasi yang dibangun, dan tindakan yang dilakukan.

Beberapa prinsip yang bisa menjadi pegangan:

  • Jujur sejak awal. Komunikasi yang efektif dimulai dari keberanian untuk bersikap terbuka — bukan hanya saat keadaan baik-baik saja, tapi juga ketika menghadapi tantangan.
  • Transparan, bukan defensif. Tidak perlu selalu terlihat sempurna. Justru, brand atau institusi yang mau terbuka tentang prosesnya — walau belum ideal — sering kali mendapat simpati dan dukungan.
  • Mendengar, bukan sekadar merespons. Media sosial bukan hanya saluran komunikasi, tapi juga sumber insight. Ketika ada curhatan atau keluhan dari publik, tanggapan yang tulus dan reflektif akan jauh lebih berdampak dibandingkan balasan yang formal tapi kosong makna.
  • Cerita yang nyata lebih menyentuh daripada slogan. Daripada bicara hanya soal fitur produk atau program, ceritakan kisah di baliknya. Seperti perjuangan pelaku UMKM, dampak sosial di komunitas, atau proses yang penuh usaha. Karena publik ingin merasa terhubung — bukan sekadar diyakinkan.

(Ditulis oleh Fitri Frisdianti referensi dari berbagai sumber)