Apa Anda familiar dengan istilah ‘No Comment’? Sebagai seorang praktisi PR (public relations), ‘no comment’ merupakan kata-kata yang sangat dihindari dan memiliki kesan terlarang. Terutama untuk para spokesperson (juru bicara) bertugas untuk mewakili perusahaan untuk memberikan statement ataupun pada saat sesi interview bersama jurnalis dan media. Ini menjadi tugas PR pada saat memberikan brief kepada orang tersebut supaya dapat menghindari mengucapkan kata-kata tersebut.

Sebenarnya kenapa kata no comment ini dipandang sebagai sesuatu yang terlarang dan patut dihindari? Terutama pada saat menghadapi krisis, salah satu tugas PR adalah mempersiapkan spokesperson yang ditunjuk oleh perusahaan untuk memberikan tanggapan serta mengkomunikasikan apa yang ingin disampaikan perusahaan. PR dituntut untuk mencari cara bagaimana mengkomunikasikan informasi tersebut secara tepat dan efektif sehingga krisis bisa ditanggulangi dengan baik, karena jika salah dalam mengkomunikasikanya maka akan berdampak lebih buruk terhadap perusahaan.

Statement no comment sendiri merupakan sebuah statement kuat. Statement ini biasaya keluar dari seorang spokesperson pada saat menghadapi pertanyaan yang bersifat tricky. Jika dilihat dari sudut pandang dari orang yang melontarkan statement tersebut, ini merupakan sebuah ‘jalan keluar’ atau cara untuk menghindari pertanyaan tersebut, atau bisa jadi statement keluar karena ia belum bisa memberikan tanggapan pasti untuk menjawab pertanyaan tersebut. Jika itu terjadi, maka hal ini merupakan kesalahan yang bisa membuat keadaan lebih buruk.

Ini sangat berbeda jika kita mengubah sisi pandang kita. Jika kita melihat melalui sisi pandang jurnalis, media, ataupun publik, statement ini memiliki arti menghindar atau menutup-nutupi sesuatu. Statement ini memberikan kesan bahwa perusahaan merahasiakan sesuatu, tidak transparan dalam menyampaikan informasi yang ada, dan terkesan berbohong. Sebagai tambahan pengetahuan, statement no comment merupakan kode jurnalisme untuk kurangnya transparansi.

Tentu kita juga harus bisa mengetahui situasi dan kondisi yang sedang terjadi. Jika Anda berada di posisi dimana Anda memiliki keterbatasan terhadap apa yang bisa Anda katakan secara hukum, maka Anda tidak punya pilihan untuk tetap merahasiakan informasi tersebut sampai Anda bisa memberikan. Tapi meskipun hal ini terjadi, statement no comment tetap sebisa mungkin untuk dihindari.

Sebagai praktisi PR dan komunikator yang baik pasti mengetahui, statement no comment menciptakan persepsi buruk di media – dan persepsi sering disamakan dengan kenyataan bagi konsumen berita.

Lalu bagaimana cara memberikan respon yang baik?

Pada saat Anda dihadapkan dengan pertanyaan yang sulit dari jurnalis dan media, sebisa mungkin hindari statement no comment ini jika Anda tidak ingin reputasi perusahaan menjadi taruhannya. Percayalah pasti ada kata yang lebih baik dari 2 kata tersebut. Namun ada beberapa alternatif yang bisa diambil seperti:

  1. Anda bisa mengatakan kepada jurnalis dan media bahwa situasinya masih perlu ditinjau, dan akan memberikan pernyataan sesegera mungkin setelah semua fakta terkumpul.
  2. Menawarkan informasi sebanyak mungkin untuk menghindari kemungkinan informasi yang tidak akurat dilaporkan kepada publik.
  3. Tanggapi dengan cepat untuk menentukan dan mengontrol persepsi publik tentang bagaimana Anda menangani krisis atau media akan melakukannya untuk Anda.
  4. Mengeluarkan pernyataan tertulis ke semua media secara bersamaan, hanya mengatakan apa yang diperlukan untuk mengatasi situasi tersebut.

Beberapa alternatif tersebut merupakan usaha untuk menghilangkan spekulasi, rumor negatif yang ada dan juga sebagai pengganti statement no comment. Perlu diingat, bahwa Anda merupakan gate keeper informasi dari perusahaan, maka Anda juga harus memberikan kesan positif dan media friendly.

(oleh Fitri Frisdianti, praktisi Public Relations; referensi dari berbagai sumber)