Pandemi COVID-19 yang menyebar di berbagai penjuru dunia membuat banyak aktivitas terganggu, mulai dari sekolah, pekerjaan, ekonomi dan bisnis. Tak sedikit bisnis / brands yang terpengaruh dengan pandemi COVID-19 ini, banyak yang memilih untuk menahan kegiatan Public Relations ataupun pemasarannya. Tapi ada yang mengambil risiko dengan perhitungan yaitu merubah komunikasi pemasaran dan kampanye merek (brand campaign) mereka saat krisis ini.

Seperti yang dilakukan McDonald’s, Coca-Cola, Audi dan Volkswagen, perusahaan besar yang ikut dalam mengkampanyekan social distancing, yaitu dengan mendesain ulang logo mereka. Selain itu, dalam mengkampanyekan social distancing, Nike meluncurkan kampanye media sosial besar yang mendorong orang untuk ‘play inside‘ dengan daftar atlet bintang global termasuk pemain NBA LeBron James dan pegolf Tiger Woods.  Sederhana namun efektif, dan sebesar US$ 15 juta telah disumbangkan Nike untuk upaya penanganan COVID-19.

Meskipun banyak brand yang beradaptasi dan berubah dengan cepat dalam menyampaikan komunikasinya, seperti pesan dan logo yang dibuat untuk mengkampanyekan social distancing, namun masih saja menuai pro dan kontra yang ditunjukan oleh khalayak. Ada beberapa yang berkomentar bahwa lebih baik dana untuk penempatan papan iklan disumbangan dalam bentuk barang dan uang akan lebih dihargai, ada pula yang menyukai kreativitas, semangat, dan pemikiran yang mengarah ke keinginan merek-merek ini untuk membantu, mendidik, dan menjadi bagian dari gerakan social distancing.

Berkaca pada kasus-kasus tersebut, merek-merek perlu berhati-hati pada komunikasi pemasaran mereka.  Namun, tidak berarti merek-merek harus menarik diri dalam publikasi. Tentunya dalam hal ini mendorong upaya Public Relations dan pemasaran selama masa krisis tidak selalu buruk, hanya saja para pelaku bisnis harus bersikap tepat dan cermat. Terutama dalam mengambil sikap untuk menentukan langkah apa yang akan diambil dalam strategi menghadapi pandemik, jangan sampai brand tampil menjadi bumerang dan menyakiti audiens dan juga pelanggannya.

Dalam masa krisis ini, masih banyak pula yang bertanya tanya pada diri mereka sendiri, satu sama lain, menghadapi kebingungan mengenai apakah merek Anda memiliki sesuatu untuk dikatakan di tengah krisis global seperti ini dan bahkan memilih untuk tidak bertindak apa-apa selama krisis ini. Tidak ada salahnya untuk menunda kegiatan kampanye atau tidak memberi informasi / takut dalam memberi informasi yang salah, dari pada memaksakan untuk selalu bisa tampil dengan konten-konten yang menyesatkan dan membuat citra perusahaan menjadi buruk.

Masalah moral ataupun etika pun harus diperhatikan karena brand sebaiknya tidak mencari keuntungan semata di saat-saat krisis seperti ini. Mengeruk keuntungan ketika banyak orang kesusahan tentu sangat amoral dan tidak bisa dibenarkan. Sehingga yang bisa dilakukan brand adalah untuk menunjukkan diri bahwa brand tetap hadir dan bisa menjadi bagian dari solusi atas krisis yang terjadi. Seperti halnya yang dilakukan sejumlah desainer dan merek fashion dunia, yaitu Zara, LVMH, Ralph Lauren,   Christian Siriano  dan Kering, walaupun bisnis merek fashion ikut terdampak,  mereka mengambil sikap untuk menentukan langkah apa yang akan diambil dalam menghadapi pandemik ini dengan cara memberikan bantuan.  Selain donasi yang diberikan, tak sedikit pula yang mengerahkan pabrik garmen mereka untuk memproduksi pakaian medis, termasuk alat pelindung diri (APD) seperti hazmat dan masker.

Apakah Anda sudah memiliki gambaran apa yang akan brand Anda lakukan pada masa krisis COVID-19 ini? Yang terpenting adalah, apapun upaya yang Anda / brand lakukan,  harus berasal dari keinginan tulus untuk membantu komunitas / khalayak Anda, bukan dari tujuan mendapatkan liputan dan pengakuan.

(oleh Irianty Nur Afiah, praktisi Public Relations – IndoneisaPR.id; referensi dari berbagai sumber)