Brand spokeperson memiliki peran penting dalam pelaksanaan Public Relations (PR) campaign. Dulu kita sering melihat produk atau brand dengan foto artis sebagai brand ambassador. Namun pada era digitalisai saat ini kita juga sering melihat sebuah brand diperbincangkan di media sosial karena satu influencer mulai membicarakannya.

Influencer sudah sangat familiar dengan istilah influencer. Influencer adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain karena kapasitas yang dimilikinya. Influencer biasanya menggunakan sosial media sebagai platform untuk membagikan konten mereka.

Sebagai seorang PR, banyak brand bertanya mana yang lebih baik digunakan. Apakah menggunakan artis sebagai brand ambassador sudah tidak relevant lagi? Apakah menggunakan influencer lebih baik dan lebih sesuai untuk merepresentasikan brand mereka?

Tentu jawabannya berbeda beda. Hal ini tergantung dengan kebutuhan dari brand tersebut. Mari kita bahas keduanya untuk membantu brand mengambil keputusan yang tepat.

Penggunaan Artis
Dengan menunjuk seorang artis sebagai seseorang yang merepresentasikan brand, dengan otomatis ini akan menarik perhatian mainstream media. Penggunaan artis untuk sebuah campaign biasanya untuk jangka waktu yang lebih lama (setahun atau lebih). Artis sendiri memiliki daya sendiri atau memiliki newsworth tersendiri. Jika sebuah brand memiki tujuan untuk mendapat exposure dari media, maka menggunakan artis sebagai seseorang yang merepresentasikan brand mereka merupakan keputusan yang tepat.

Selain dapat menarik perhatian media, penggunaan artis sebagai brand ambassador dapat menciptakan kesan ‘positif’. Kesan positif dari brand dapat tercipta dengan pemilihan artis yang sesuai. Image brand juga meningkat saat menggunakan artis yang memiliki image yang positif.

Menggunakan artis juga dapat membantu brand untuk mengkomunikasikan brand message secara tepat. Artis tersebut sudah terlatih untuk menyampaikan kalimat yang sesuai dengan brand message, sehingga pesan yang disampaikan kepada publik akan tetap dan tidak berubah. Selain itu pengalaman mereka sebagai artis juga membuat mereka menjadi orang yang tepat untuk berpose yang sesuai dan akan diliput oleh media-media. Mereka juga akan meningkatkan kesadaran merek secara lebih tersirat.

Penggunaan Influencer
Pada era digitalisasi ini, menggunakan influencer memang terkesan lebih relevan. Hampir semua orang menggunakan sosial media secara terus menerus. Penggunaan influencer sebagai seseorang yang merepresentasikan sebuah brand ini biasanya memiliki tenggat waktu yang singat. Dalam media sosial, biasanya influencer memiliki engagement lebih tinggi dibandingkan dengan artis. Ini sebabnya penggunaan influencer menjadi lebih relevan, karena dengan ini influencer dapat membantu brand untuk mengkomunikasikan brand tersebut kepada publik secara luas.

Penggunaan influencer ini dapat membantu brand untuk target pasar tertentu lebih spesifik. Banyak influencer dengan follower dengan ketertarikan tertentu. Mulai dari beauty influencer sampai dengan gamer influencer, brand akan lebih lebih mudah mencari influencer yang dapat merepresentasikan secara tepat sesuai dengan brand mereka. Dengan pemilihan influencer yang sesuai, maka secara tidak langsung brand dapat berkomunikasi dengan publik yang sesuai dengan target market mereka.

Terdapat dua jenis influencer yaitu macro-influencer dan juga micro-influencer. Macro-influencer sendiri memiliki follower yang besar dan biasanya menggunakan lebih dari satu platform sosial media. Maka jika brand menggunakan macro-influencer, dapat mencakup publik lebih luas dibandingkan micro-influencer. Meskipun memiliki jumlah follower yang lebih kecil, penggunaan micro-influencer memiliki kelebihan dimana engagement yang dimilikinya lebih besar. Micro-influencer ini dapat terhubung dengan followersnya secara lebih individual mengingat jumlahnya lebih sedikit.

Selain memiliki kelebihan-kelebihan diatas, penggunaan influencer dipercaya dapat meningkatkan angka penjualan. Terdapat beberapa studi yang menyatakan bahwa influencer dapat mendorong penjualan. Salah satunya penelitian dari Olapic’s Psychology of Following, yang menyatakan 31 persen konsumen di seluruh AS dan Eropa mengatakan bahwa mereka telah membeli produk atau layanan berdasarkan postingan influencer sosial. Ini bisa saja dikarenakan influencer biasanya memberikan beberapa review dan pendapat mereka pribadi terhadap brand atau produk yang ditawarkan, maka orang akan cenderung lebih percaya.

Setelah membahas tentang penggunaan artis dan influencer sebagai orang yang dapat merepresentasikan brand, dapat disimpulkan bahwa pemilihan yang sesuai untuk brand bergantung dari tujuan serta kebutuhan dari brand itu sendiri. Tidak menutup kemungkinan sebuah brand menggunakan kedua metode ini untuk PR dan marketing campaign mereka. Maka sebagai PR kita memiliki tugas untuk melakukan research untuk membantu menentukan pilihan yang tepat untuk brand tersebut.

(oleh Fitri Frisdianti, praktisi Public Relations; referensi dari berbagai sumber)