Seiring berjalannya waktu, kemajuan teknologi juga berjalan semakin cepat. Salah satu hasil dari kemajuan teknologi adalah kecerdasan buatan atau yang disebut dengan Artificial Intelligence (AI). Tentu istilah AI bukanlah hal yang baru lagi saat ini, karena AI sendiri sudah banyak digunakan dalam kegiatan kita sehari-hari. Semakin banyak aspek dalam hidup kita yang memanfaatkan kemampuan AI ini. Contoh yang paling sederhana adalah smartphone kita, AI ditanamkan dalam smartphone kita biasa yang dikenal dengan Siri (untuk pengguna Iphone) atau Google voice (untuk pengguna Android), yang memungkinkan kita mengendalikan atau mengkontrol smartphone kita dengan suara.

Tujuan dari AI dibuat adalah untuk membantu dan memberikan kemudahan dalam hidup kita, membuat kita bekerja lebih efisien. Tentu ini memberikan dampak positif dalam hidup kita, tapi kemajuan teknologi ini juga membawa ketakutan sendiri bagi kita. Ketakutan ini banyak digambarkan di film-film ber-genre science fictions, apakah manusia akan tergantikan oleh robot atau dalam hal ini AI? Seperti yang sudah disebutkan tadi, AI sudah mulai digunakan di berbagai aspek dalam hidup dan semua sektor industri, termasuk industry public relations (PR). Tapi kembali lagi ke pertanyaan awal apakah penggunaan AI akan menggantikan pekerjaan seorang praktisi PR?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kita bahas dulu beberapa hal yang bisa dilakukan AI dalam tugas PR.

– Transkrip rekaman audio dan video, seperti dalam wawancara dengan menggunakan webinar

– Membuat list media untuk pendistribusian siaran pers dan lainnya

– Mengelola dan membuat pesan personal secara otomatis kepada jurnalis dan influencer.

– Media Monitoring dan membantu dalam pembuatan laporan

– Memantau network, interaksi dan trend dalam media sosial

– Membantu untuk mengkontrol reputasi brand secara online

– Menjawab pertanyaan sederhana dari media, seperti permintaan gambar atau price list

dan masih banyak lagi.

Kembali kepada pertanyaan diawal, apakah fungsi dari praktisi PR akan digantikan oleh kehadiran AI? Tentu jawabannya tidak, karena masih banyak tugas atau kegiatan PR yang tidak akan bisa diganti dengan AI. Sebagai seorang praktisi PR profesional pasti tahu, jika tugas- tugas tersebut (yang bisa dilakukan oleh AI) merupakan sebagian kecil dari tugas utama praktisi PR. AI masih tidak bisa merancang startegi komunikasi yang komperhensif untuk client. Selain itu AI juga tidak memiliki kemampuan untuk mambangun dan membina komunikasi secara personal, baik dengan jurnalis maupun dengan influencer agar mereka bisa membantu kita (praktisi PR) dalam menyampaikan dan menyebarkan pesan dari sebuah brand, atau pesan dari client. Mungkin saja AI bisa membantu memprediksi krisis yang akan terjadi dalam sebuah campaign, tapi AI tidak dapat menanggulangi dan mengelola krisis tersebut.

Dengan pemahaman ini, kehadiran AI dalam dunia PR bukanlah sebuah ancaman untuk praktisi PR itu sendiri. AI akan membantu para praktisi PR profesional dalam bekerja lebih efisien. Jika dilihat kembali kehadiran AI merupakan tantangan untuk praktisi PR dalam menambahkan kemampuan sehingga bisa menjadi lebih baik. Seperti yang dikatakan oleh Jojo S. Nugroho, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI), praktisi PR dituntut untuk mengembangkan kemampuan dalam menerjemahkan data menjadi strategi dan action, data yang diperoleh dari AI akan membantu untuk mengambil keputusan penting.

Jadi jawaban dari kekhawatiran apakah AI akan menggantikan fungsi dari praktisi PR adalah tidak. Kemampuan, kecerdasan dan kebijaksanaan seorang praktisi PR tidak akan tergantikan oleh kecanggihan teknologi. Penjelasan lain yang bisa disimpulkan adalah PR merupakan salah satu profesi yang dinamis dan seni kehumasan tetap harus dipertahankan.

(oleh Fitri Frisdianti, praktisi Public Relations; referensi dari berbagai sumber)