Pernah mendengar istilah Public Relations stunt atau biasa disingkat PR stunt?
Belum lama ini, Burger King mengajak pelanggannya melalui akun resmi Twitter dan Instagram mereka untuk membeli makanan di restoran cepat saji lainnya seperti McDonald’s. Unggahan Burger King ini mendapatkan banyak atensi dan respon dari pengguna media sosial, hingga menjadi berita di media-media. Di akun Instagram Burger King Indonesia sendiri, unggahan tersebut mendapat 12.000 lebih komentar.
Ini merupakan salah satu contoh PR stunt yang berhasil.
PR stunt adalah program PR yang besar dan terkoordinasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran tentang suatu perkara atau produk. PR stunt juga bisa dilakukan untuk penggalangan dana.
Promosi dari mulut ke mulut adalah tujuan dari setiap PR stunt, dengan banyak brand besar menggunakan pendekatan tersebut sebagai alternatif untuk iklan digital yang mahal dan kampanye pemasaran skala besar.
Sebelum brand Anda memutuskan untuk melakukan PR stunt, pertimbangkan tiga hal berikut.
Pertimbangkan Citra Brand Anda
Sebelum menjalankan kampanye, penting untuk memahami citra brand dan online personality-nya. Brand yang sukses merencanakan kampanye jangka panjang yang konsisten dengan materi-materi yang ada. Penggunaan humor harus dipertimbangkan dengan hati-hati sebelum dimasukkan, karena humor sering kali bisa menjadi salah arti jika disampaikan melalui teks dan bisa menyinggung kelompok tertentu.
Brand harus merancang kampanye dengan menargetkan ke demografis yang diinginkan dan menjangkau mereka melalui platform yang paling efisien. Misalnya, kampanye media sosial sangat bagus untuk menargetkan Milenial dan Generasi Z, sementara media tradisional cocok untuk menjangkau Baby Boomers dan Generasi Y.
Pahami Earned Media
Melakukan PR stunt sering kali menggunakan platform milik sendiri (owned media) untuk menarik minat dan menyoroti tujuan utama kampanye, tetapi untuk menjangkau audiens yang lebih besar dapat mengandalkan shared media yaitu media sosial. Namun, kelemahan terbesar shared media adalah kurangnya kontrol atas konten dan sentimen setelah kampanye dibagikan. Dengan integrasi media sosial ke dalam kehidupan kita sehari-hari, kekuatan media sosial telah meningkat melebihi imajinasi. Brand harus menghindari bahasa dan materi yang menyinggung. Mungkin menunjuk tim PR untuk mengoreksi dan mengedit materi sebelum diterbitkan dapat membantu Anda.
Mengukur Keberhasilan Kampanye
Kampanye harus memiliki call-to-action yang jelas pada intinya. Perusahaan tidak akan mau menginvestasikan uang untuk PR stunt yang tidak akan mengarah pada tujuan dan keuntungan yang jelas bagi perusahaan
Mengukur hasil dari PR stunt merupakan cara terbaik untuk melihat apakah PR stunt tersebut memberikan hasil yang diinginkan, sekaligus menjadi referensi untuk kampanye berikutnya di masa mendatang.
Menentukan apakah PR stunt berhasil atau tidak, atau seberapa dekat dengan sasaran, bergantung pada tujuan awal yang telah ditetapkan. Jika tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran atau minat, cara mudah untuk mengukur kesuksesan adalah dengan melihat berapa banyak yang mengunjungi situs web atau menelusuri sesuatu yang terkait dengan PR stunt yang Anda jalankan di Google.
Selain itu, bisa juga diukur dengan melihat berapa lama pengunjung mengunjungi situs kampanye, dan apakah mereka membagikannya ke media sosial. Memantau media sosial untuk melihat seberapa banyak diskusi yang dihasilkan dari PR stunt juga dapat membantu. Untuk tujuan yang bersifat finansial, metrik terbaik untuk mengukur kesuksesan adalah melihat berapa banyak uang yang terkumpul. Misalnya, ALS Ice Bucket Challenge yang disebarkan di Facebook merupakan aksi yang sukses untuk meningkatkan kesadaran akan penyakit ALS dan mengumpulkan donasi untuk penelitian.
Sebelum melakukan PR stunt, tentukan waktu untuk melakukan PR stunt secara strategis dan putuskan metrik untuk menentukan kesuksesannya.
(Oleh Siti Aisyah, praktisi Public Relations; referensi dari berbagai sumber)