Public Relations atau PR adalah industri yang mencakup segala hal mulai dari publisitas hingga manajemen krisis. Profesional PR bekerja dengan individu, brand, lembaga pemerintah, dan perusahaan untuk membantu membentuk identitas brand, mengelola komunikasi, dan mempromosikan pekerjaan mereka.

Tetapi bahkan dengan deskripsi pekerjaan yang cukup sederhana, orang sering bingung dengan pekerjaan PR.

Itu bisa jadi karena industri PR beroperasi di banyak departemen yang berbeda. Atau karena pekerjaan profesional PR mencakup begitu banyak tugas yang berbeda. Hari ini seorang PR mungkin menangani akun media sosial, hari berikutnya mereka bisa membuat newsletter. Mereka bekerja dengan media mainstream sebagai fasilitator dan juru bicara tetapi juga membantu menghasilkan branding untuk klien.

Bekerja di agensi PR, tidak sedikit klien yang salah memahami bagaimana seorang PR bekerja. Berikut adalah kesalahpahaman paling umum klien tentang PR yang kami rangkum dari berbagai sumber:

1. PR bisa bekerja sendiri

Beberapa perusahaan percaya bahwa mereka cukup menyewa jasa perusahaan PR untuk mengambil alih pekerjaan mereka dan akan mendapatkan visibilitas yang mereka inginkan dengan mudah. Namun, cara bekerja kami tidak seperti itu. Agar hubungan menjadi efektif, klien perlu terlibat dengan tim PR. Tanpa masukan dari klien, baik proaktif maupun reaktif, upaya tersebut mungkin tidak akan berjalan dengan baik. Jika Anda tidak punya waktu untuk terlibat dengan tim, mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan kampanye PR. Karena hubungan PR dan klien harus berjalan dua arah.

2. Hasil dari upaya PR diperoleh dengat cepat

Pada kenyataannya, semua upaya PR akan membutuhkan waktu yang agak lama. Seperti halnya pemasaran konten, SEO, atau strategi pemasaran apa pun, hasil dari PR dapat memakan waktu. Satu siaran pers atau kampanye belum tentu akan langsung meledak dan menjadi viral, ini akan membutuhkan upaya yang berkelanjutan dan konsisten untuk mencapai hasil yang diinginkan oleh klien. Pastikan untuk menetapkan ekspektasi di awal, sehingga tidak ada kesalahpahaman di kemudian hari.

3. PR dapat memberikan jaminan

Klien perlu memahami bahwa PR tidak bisa memberi jaminan pada hasil dari upaya PR. Tidak sama dengan memasang iklan, yang berarti Anda tahu hari apa iklan itu akan muncul dan apa kontennya. Karena earned media bergantung pada jurnalis, jadi tidak ada jaminan bahwa sebuah berita akan muncul atau kontennya akan sama persis dengan apa yang inginkan. Tugas seorang PR adalah membuka pintu peluang bagi klien, namun setelahnya sudah di luar kendali kami.

4. Pro PR bisa mengontrol apa dan kapan sebuah cerita diterbitkan jurnalis

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, PR bisa membuka pintu peluang—tapi hasil akhirnya bukan di tangan tim PR. Cerita bisa saja dipotong sesuai kebutuhan jurnalis atau tidak jadi diterbitkan karena ada berita baru yang lebih penting. Ada unsur-unsur dari proses penerbitan yang di luar kendali PR. Klien perlu memahami hal ini, sehingga mereka tidak akan berpikir bahwa profesional PR memiliki kendali penuh atas cerita yang dipublikasikan.

5. Klien hanya menerima apa yang diberikan oleh tim PR

Jika seorang PR mengirimkan dokumen kepada klien, maka ia mengharapkan feedback – bukan hanya persetujuan tanpa komentar dan ini cukup sering terjadi. Ini akan membuat PR bertanya-tanya, “Apakah klien bahkan membaca apa yang kami tulis?” Klien perlu menginvestasikan waktu untuk membaca apa yang tim PR kirim dan memberikan masukan. Klien juga dapat secara proaktif mengirimi PR artikel industri yang mungkin berkaitan dengan angle yang sedang dikembangkan untuk pitching. Intinya adalah, hubungan yang sehat harus lebih dari sekadar menerima apa yang diberikan oleh tim PR.

6. PR sangat berbeda dengan pemasaran

Sebelum era digital, PR dan pemasaran digolongkan sebagai departemen terpisah dengan tujuan dan praktik mereka sendiri – namun sekarang sudah tidak lagi. Garis antara PR dan pemasaran menjadi kabur dan kedua bagian ini perlahan-lahan menjadi satu. Karena bagaimanapun, PR dan pemasaran adalah bentuk dari brand awareness, oleh karena itu, ini adalah tujuan yang sama-sama dimiliki oleh kedua bagian. Agar kampanye PR berhasil, mereka perlu melakukan pendekatan dengan mempertimbangkan pemasaran omnichannel.

(Oleh Siti Aisyah, praktisi Public Relations, referensi dari berbagai sumber)